Friday, 4 October 2019

Ini Cerita Gue....


Untuk yang kesekian kalinya, gue ditahbiskan sebagai seorang "Highly Functioning Anxious Person", sebuah gelar yang tidak pernah gue inginkan. "Hati-hati ya, Rat, kamu bisa dengan mudah terpeleset masuk ke fase depresi lagi," begitu kata dokter gue. "Kenapa saya bilang terpeleset? Karena ya memang tidak disengaja. Kita harus stay alert, seperti yang kita tahu, kita nggak pernah tahu trigger-nya apa..." dokter gue melanjutkan. Gue hanya mengangguk. "Take a break every now and then... Nggak perlu liburan, yang penting kamu mencoba relaks aja. Spa, mungkin? Jalan-jalan, motret? Lakukan apa yang kamu sukai aja. Intinya kan begitu..." sang dokter masih menyambung penjelasannya. Penjelasan yang terasa sangat gue kenal. Sudah seperti kaset rusak karena diulang-ulang entah berapa juta kali. "Masih nulis?" dia bertanya. Gue tersenyum kecil, "Kadang-kadang aja, dok. Sebetulnya banyak ide, tapi buntu ketika udah di depan laptop." jawab gue. Dokter itu tertawa, "Iya, makanya saya selalu bilang, bawa notebook ke mana pun kamu pergi. Selagi ada ide, segerakan." katanya lagi. Ah, notebook memang selalu ada, tapi gue terlalu malas untuk meraihnya.

Thursday, 20 September 2018

Catatan Seorang Anarko

Beberapa tahun yang lalu aku berkenalan dengan seorang laki-laki muda. Andreas namanya. Perkenalan kami memang tak sengaja, kala itu kami sama-sama suka berselancar di Twitter dan seringkali saling berbalas cuitan. Andreas selalu mencuitkan hal-hal yang cukup keras, kritis, frontal, politis tapi pada saat yang sama, santai dan kocak. Kata-katanya tajam dan cukup menohok. Aku cukup suka dengan gayanya yang berani namun santai. Belakangan aku juga tahu Andreas banyak menyuarakan dukungannya atas keadilan gender dan kesetaraan hak kawan-kawan LGBT, pecandu dan ODHA. Bahkan dia cukup keras menyuarakan hal-hal tersebut.

Friday, 1 June 2018

JANGAN KEBANYAKAN GOOGLING, FER...


Mbak, tolong cek DM aku.
Mbak, maaf, aku ada request di DM. Tolong cek, aku butuh ngobrol.
Dua buah komentar dari seseorang yang sepertinya bernama Ferdy di salah satu postingan di akun Instagramku berbunyi demikian. Aku tak sering-sering buka akun media sosial yang satu itu, jadi aku tak ngeh dengan permintaan direct message dari orang-orang yang tak aku ikuti di sana. Cepat-cepat aku membuka direct message tab di akun Instagramku. Ternyata ada 17 permintaan! Sial! Aku langsung merasa bersalah karena tidak segera membalas pesan-pesan mereka.

Thursday, 31 May 2018

Reclaim Your Life

Senja muram kala itu. Tiba-tiba sebuah pesan singkat masuk ke chat messenger-ku. Seorang kawan lama yang kukenal sudah sejak tahun duaribuan. Dulu kami pernah bekerja di tempat yang sama, lalu sama-sama keluar dan berkarir di tempat lain. Ayra namanya. Umurnya sedikit di atasku.

Kami berteman di media sosial selepas resign dari tempat kerja yang lama. Dia termasuk cukup aktif menanggapi hal-hal yang aku posting di media sosialku. Namun sudah beberapa bulan belakangan ini aku tak melihat ada aktifitas di akunnya. Aku kira, seperti halnya orang kebanyakan, dia sibuk.

Monday, 7 May 2018

Stay fearless, Tania...



Waktu sudah menunjukkan pukul 20.30 ketika telepon genggamku berdering. Tania. Tumben, begitu pikirku. Tania termasuk teman lamaku di komunitas. Kami pertama kali bertemu di konferensi AIDS di Bali tahun 2009. "Sist, sibuk nggak?" tanya suara di seberang ketika aku menjawab panggilan masuk itu. "Nggak kok. Ada apa , Tan?" tanyaku. Aku mendengar suaranya menghela nafas sebelum berbicara, "Sist, kayaknya kita harus mulai gerakan untuk mempertanyakan ARV deh. Pengobatan di Indonesia nih udah mulai nggak bener sekarang!" ujarnya sedikit berapi-api. Dahiku berkerut, "Emangnya kenapa?" tanyaku tak paham. Terdengar suara Tania mendengus kecil. 

Wednesday, 2 May 2018

Aku Masih Menunggu....

Kala itu baru beberapa bulan aku mengetahui status HIV-ku. Seperti yang sudah kuduga sebelumnya, kabar tentang sakitnya mantan suamiku dan tertularnya aku diam-diam menyebar di kalangan mantan teman sejawatku di hotel. Dee menjadi juru bicaraku jika ada yang bertanya. Saat itu dia sudah lebih berlapang dada ketika harus mengonfirmasi berita tentang statusku. Tak terlalu emosional lagi.

Sunday, 29 April 2018

Gadis Berkerudung Biru

Gadis muda itu duduk di hadapanku. Perawakannya mungil sehingga terlihat begitu rentan. Bukan. Bukan ringkih. Fisiknya baik-baik saja, tapi jiwanya resah. Namanya Maharani, aku belum lama mengenalnya. Seorang kawan lamaku yang mengenalkan kami ketika piknik ke hutan Mangroove. Maharani adalah seorang guru les yang masih muda. Usianya baru duapuluhan. Dia membetulkan kerudung biru yang dikenakannya. “Bunda, aku mau curhat…” begitu ujarnya pelan. Suaranya memang lembut dan terkesan pemalu. Tapi jika sudah kenal, dia cukup ceriwis juga. “Ya udah… Kamu cerita aja, aku dengerin.” Kataku. Dari gerak gerik dan bahasa tubuhnya Maharani hanya perlu sounding board. Seseorang untuk mendengarkan dan menampung kegelisahan yang mungkin sudah sekian lama terpendam. Sepertinya tidak memerlukan masukan. Maka aku memutuskan hanya akan memberi saran dan masukan jika dia bertanya.

Thursday, 26 April 2018

It's all in your head...



Sebuah pesan dari seseorang yang tak dikenal masuk ke web messenger-ku. Seseorang dengan profil fiktif bernama Jerry. Fotonya tak memperlihatkan wajahnya. 
"Selamat pagi kak. Saya baru melihat cerita tentang kakak. Saya ingin sekali ngobrol dan bercerita dengan kakak tentang masalah yang membebani saya selama ini. Maaf saya menggunakan akun fiktif ini untuk menghubungi kakak. Ada alasan tertentu kenapa saya melakukan ini dan nanti saya akan jelaskan semua ke kakak. Kalau boleh, saya ingin bertemu langsung dengan kakak. Kapan kakak ada waktu? Anytime saya bisa sesuaikan waktu saya dengan kakak. Ini akan sangat membantu saya. Semoga kakak berkenan mempertimbangkan permintaan saya ini..."

Bentang Asa



Kala itu awal tahun 2007. Anton, Koordinator Lapanganku memanggilku sepulang aku dari rumah sakit. "Rat, nanti bakal ada yang dateng. Cowok sama ceweknya. Cowoknya temen lama gue sih... Pada baru tau status. Cowoknya biar sama gue, ceweknya lu yang handle ya?" dia memberikan briefing kepadaku. Aku mengangguk. "Lu ajak ngobrol lah ceweknya. Dia kena dari cowoknya, jadi agak stress gitu. Ya... lu liat aja nanti deh, pasti lu lebih tau gimana cara nanganinya." Anton menyambung brief-nya. Lagi-lagi aku mengangguk. 

Wednesday, 25 April 2018

Jangan Takut, Abang...

Aku mengenal sosoknya pertama kali sekira enam tahun yang lalu. Semua orang memanggilnya "abang". Bukan saja karena dia termasuk salah satu yang tertua di kelompoknya, tapi juga karena asalnya dari Sumatera. Orangnya ramah, ganteng, gagah dan pembawaannya tenang. Waktu itu aku belum lama tinggal di Jakarta, dan sahabatku sering mengenalkanku ke teman-temannya supaya lingkaran pertemananku juga bertambah. Lalu dia mengenalkanku ke sekelompok teman gay-nya. Satu kelompok rumpi yang selalu riuh rendah jika bertemu. Abang adalah salah satu dari mereka.