
Highly functioning anxious person, what does that even mean???? Gue nggak paham. Yang gue tahu hanyalah gue selalu resah. Gue tidak senang ada di tengah keramaian. Gue merasa sepi dan sendiri di tengah keramaian. Gue sering migren kalau ada di tempat ramai. Gue malas bersosialisasi. Dan yang terakhir adalah, gue mulai malas merawat diri. Rasa malas untuk merawat diri adalah alarm alamiah gue yang menandakan bahwa anxiety or depression is creeping in, crawling back into me. Kalau sudah masuk fase itu, biasanya gue akan dengan sangat mudah membatalkan janji-janji pertemuan pada detik-detik terakhir. Gue juga akan dengan sangat gampang diam di kamar saja seharian tanpa merasa perlu ke luar, apalagi sekarang apa-apa serba mudah. Makanan, minuman, belanjaan, obat semua bisa dipesan dan diurus secara online. Gue tidak perlu beranjak dari kamar gue.
Di luar itu semua, gue masih bisa menerima curhat dan konsultasi dari banyak orang. Gue juga masih bisa kerja seperti biasa. Gue masih akan terlihat ada di tempat Salsa dan Latin Night biasa. Tapi yang tidak kelihatan adalah betapa setiap akan melangkahkan kaki menuju kamar mandi untuk bersiap kerja, betapa setiap akan mengetik saran dan masukan atau informasi untuk yang curhat, betapa setiap akan melangkah ke luar kamar untuk pergi ke tempat Salsa, gue harus berjuang mati-matian agar bisa mengalahkan rasa malas bersosialisasi atau rasa tidak ingin bertemu dengan siapapun, berjuang untuk bisa menyampaikan saran dengan bahasa yang baik dan memotivasi, berjuang untuk bisa bersiap dan berangkat kerja. Lalu setelah semua itu terlewati, gue harus berjuang untuk melewati detik demi detik, berjuang untuk berinteraksi sosial, berjuang untuk menjadi pendengar yang baik, sebelum akhirnya gue berhasil kembali ke dalam kamar gue lagi. My sanctuary. Setiap kali gue masuk kembali ke dalam kamar, gue merasa lelah luar biasa. Itulah mengapa sebutan buat orang-orang seperti gue ini adalah highly functioning anxious person. Karena kami masih bisa berkegiatan dan "terlihat" berfungsi dengan "normal", seperti tidak ada yang terjadi. Tapi di dalam.... we are struggling, we are crumbling... and we are falling apart... we are exhausted....
Gue suicidal. Bukan berarti gue ingin mati. Tapi pikiran dan ide-ide tentang kematian selalu ada di dalam rongga kepala gue. Setiap hari gue mempertanyakan apa sebenarnya fungsinya gue di dunia yang sudah sangat sesak ini? Bukankah berkurang satu orang justru akan "melegakan" dunia? Gue suicidal, tapi bukan berarti gue punya keinginan untuk bunuh diri. Gue hanya tidak bisa lepas dari pikiran tentang kematian. Godaan tentu ada, tapi tidak pernah sampai membuat gue ingin merealisasikan. Suicidal itu hanya sebuah kondisi di mana gue (menganggap diri gue) sudah bersahabat dengan kematian. Karena pikiran dan ide-ide tentang kematian yang berseliweran di dalam kepala gue tidaklah mengerikan. Semuanya indah dan mendamaikan. Bukan akhir, tapi awal. Seperti kata Rumi, "Kematian adalah pernikahanku dengan keabadian..."
Tentu saja di luar sana banyak orang yang dengan entengnya menghakimi, "Ah, itu sih males aja." atau, "Berarti lu pake topeng dong ya selama ini?" atau berbagai jenis penghakiman lainnya. Iya. Gue pakai topeng. Gue HARUS pakai topeng supaya bisa bersosialisasi sama orang banyak. Gue harus pakai topeng supaya orang tidak jengah melihat gue. Bukan berarti gue munafik, tapi gue punya social awareness. Gue harus pakai topeng yang berwajah manis ketika berhadapan dengan teman-teman gue yang manis-manis dan baik-baik. Gue harus pasang resting bitch face ketika berhadapan dengan teman-teman gue yang menyebalkan atau yang snobbish. Jelas, gue HARUS pakai topeng, karena gue tidak yakin wajah asli depresi bisa diterima sama orang banyak. Itu juga alasan kenapa gue memilih untuk tidak banyak bercerita, karena banyak orang lebih suka menghakimi ketimbang berpikir dan berempati. Kalau tidak menghakimi, suka mengajari as if, mereka pernah mengalami (padahal belum tentu).
Ini cerita gue...
Menerima status HIV gue ternyata jauh lebih mudah ketimbang menerima realita bahwa gue kena depresi menahun...
No comments:
Post a Comment