Friday, 1 June 2018

JANGAN KEBANYAKAN GOOGLING, FER...


Mbak, tolong cek DM aku.
Mbak, maaf, aku ada request di DM. Tolong cek, aku butuh ngobrol.
Dua buah komentar dari seseorang yang sepertinya bernama Ferdy di salah satu postingan di akun Instagramku berbunyi demikian. Aku tak sering-sering buka akun media sosial yang satu itu, jadi aku tak ngeh dengan permintaan direct message dari orang-orang yang tak aku ikuti di sana. Cepat-cepat aku membuka direct message tab di akun Instagramku. Ternyata ada 17 permintaan! Sial! Aku langsung merasa bersalah karena tidak segera membalas pesan-pesan mereka.
Selamat pagi, mbak. Saya baca semua artikel tentang mbak.
Nice.
Proud of you.
It's a good vibe. You're really strong.
Nice to know you, mbak.
:) :'( 
I'm a newbie and I feel my life is stuck in a rollercoaster, mbak. Kecewa. Sedih.
Marah.
Berasa nggak guna
I can't explain it...

Begitu bunyi sederet pesan dari Ferdy. Sepertinya dia baru saja mengetahui status HIV-nya. Lalu kalut, kemudian Googling. Ini kebiasaan yang umum dilakukan oleh banyak orang. Aku menghela nafas sebentar, lalu mulai mengetik balasan.

It's normal to feel down at the beginning. Tapi ingat, hidup itu bukan gimana kita terjatuh, tapi gimana kita bangkit dan mengisi hari-hari kita dg lebih bermakna.

Aku menekan tombol "send". Sejurus kemudian pesan balasan dari Ferdy masuk.

Mbak, aku boleh minta nomor WhatsApp? If you don't mind...

Aku pun memberikan nomor WhatsApp-ku. Dan perbincangan pun berpindah ke aplikasi chat tersebut. Maaf ya, mbak aku ngerecokin. Aku selalu parno, mbak. Selalu mikir aku nggak lama lagi akan mati. Psikis aku kena. Banyak Googling, aku banyak baca, jadi parno. Begitu bunyi pesan pertamanya. Dear, semua orang kan bakal mati. Jangan terlalu dipikirin. Sayang badanmu yang masih sehat itu nanti habis digerogoti pikiran. Aku membalas pesannya. Lalu kisahnya pun mengalir. 

Bulan Maret yang lalu Ferdy melakukan tes HIV, tepat tiga hari setelah adiknya meninggal karena meningitis. Adiknya juga ternyata positif, tapi tidak tertolong karena terlambat tes. Aku jadi depresi berat, mbak. Tiap hari kayak orang gila. Aku nggak keluar kamar. Nggak mau terima job. Aku penyanyi, mbak. Habis itu, setelah 7 harian adikku, aku diajak temen ke Bali. Tapi aku menyatakan hijrah. Stop semuanya sekaligus. Aku kena anxiety disorder. Berasa nggak guna, kecewa, minder. Tapi sekarang udah mendingan. Tinggal parnonya dikit lagi. Today is my birthday. Aku 29 tahun hari ini dan aku senang sekali bisa dapet kado ngobrol langsung sama mbak. Alhamdulillah sekali... Duapuluh sembilan tahun! Sungguh, masih muda belia. Apalagi jika dibandingkan oleh usiaku. Ooooh Happy birthday! Aku membalas pesannya. Thank you, mbak. Aku perlu ngobrol gini, jadi bebanku akan sedikit berkurang. Aku sempat masuk grup ODHA di Telegram, tapi banyak bercandanya. Aku masih hilang sense of humour, jadi baper dan sensi baca pesan-pesannya. Akhirnya aku keluar lagi dari grup itu. Aku berubah 180 derajat, mbak. Dari yang ceria, fun dan bocor, sekarang jadi pendiam dan menutup diri. 

Orang ngeliatnya, "Oh, karena adiknya meninggal dia jadi berubah", padahal mah sedih kalo diceritain. I'm so sad, mbak. Aku tuh aslinya preman, tapi jadi pengen nangis sejadi-jadinya. Hahahahaha. Ferdy mencoba berkelakar. Asumsiku, dia sebenarnya sedang menguatkan dan menghibur dirinya sendiri saja. Banyak yang seperti itu. Makanya isi grup ODHA seringnya bercanda, supaya tidak terlalu galau. Tapi memang sulit jika seseorang masih belum bisa berdamai dengan situasinya. Aku udah nggak ada orang tua, mbak. Hari ini aku umur 29. Aku pengen move on kok susah banget. Ingin seperti sedia kala... Aku menghela nafas panjang. Tak ada yang lebih menghancurkan perasaanku selain melihat orang-orang muda patah semangat. Semua tergantung kemauan kita kok. Sebetulnya kalau aku bilang, nggak ada alasan untuk bersedih karena HIV itu bukan vonis mati. Banyak penyakit lain yang lebih mematikan. Justru dengan tau status lebih awal, kita jadi bisa melakukan perencanaan. Coba kalau penyakit lain? Kadang kita nggak dikasih waktu. Soal sedih, galau, kalut, takut di awal itu wajar. Tapi usahakan jangan berlarut-larut, karena sayang 'kan, kita habis waktu jadinya. Padahal banyak yang bisa kita lakukan lho untuk mengisi hidup. Soal hidup dan mati, itu udah ada yang ngatur. Kita nggak usah ikut campur untuk nentuin jadwalnya. jalani aja hidup dengan fun dan bermakna. Aku menekan tombol "send" sambil berharap Ferdy mau meresapi kata-kataku. Mungkin aku terkesan sok bijak, tapi apa lagi yang bisa aku katakan kepada seseorang yang merasa seperti itu?

Semenjak tau aku positif, aku berasa stuck on a rollercaoster. Cuma, aku Googling terus dan baca gejala-gejala lainnya. Lalu aku nemu sosok mbak Ratri. Damn, keren mbak! Googling adakalanya bukan solusi terbaik memang. Informasi yang tersedia di internet tidak selalu benar. Kadang, jika kita tak siap, bukan menambah wawasan, malah memicu rasa takut. Aku sarankan nanti lagi kalau cari informasi tentang HIV ke website nya Spiritia, UNAIDS atau WHO aja. Nggak semua informasi yang ada di internet itu benar. Kamu harus tau website mana yang kredibel. Salah-salah malah tambah parno kayak kamu sekarang lho. Jangan kebanyakan Googling yaaa... Aku memberikan saran kepada Ferdy. Iya mbak. Mungkin aku juga hijrahnya terlalu sekaligus ya? Jadi stress. Hehehe. Ferdy membalas, kali ini sudah mulai cair vibrasi pesan yang masuk. Sudah mulai tenang. Iyaaaaa... Hehehehe. Dan menurutku, hijrah itu nggak bisa dipaksakan lho. Jangan karena kejadian gini lalu kamu hijrah. Hijrah itu harus ikhlas, bukan karena tekanan keadaan atau karena paksaan dari pihak tertentu. 

Aku pengen ketemu mbak. Kapan yakk. Aku rumah di Bandung, mbak tapi suka ke Jakarta. Ferdy membalas pesanku. Aku juga dari Bandung, tapi tinggal di Jakarta. Jawabku lagi. Oh kitu? Bisa bahasa Sunda atuh! Teteh we yaaa manggilnya. Alhamdulillah ya Allah! Berkah Ramadhan... Aku tertawa sendiri membaca pesannya. Iya, panggil teteh juga boleh. Bebaskeun we. Kamu panggilannya siapa? aku balik bertanya. Ferdy aja, Teh. Teteh sibuk teu? Aku pengen video call. Pengen ngasih liat kondisi aku ke teteh...

Tak lama kemudian panggilan video call masuk ke telepon genggamku. Di seberang sana seorang laki-laki muda melambai padaku. Wajahnya manis, tubuhnya segar bugar hanya air mukanya sedikit sendu, menandakan hatinya kurang bahagia. Wajahnya sangat familiar. Apakah kami pernah bertemu? Apakah aku pernah melihatnya di suatu tempat? Mungkin aku pernah melihatnya di suatu tempat karena Ferdy mengatakan bahwa dia penyanyi dan sering ke Jakarta. Mungkin aku melihatnya on stage, somewhere in some cafes in Jakarta. 

Kami pun berbincang untuk beberapa waktu. "Teteh, gimana? Kondisi aku masih oke kan ya? Masih seger badan aku ya?" tanyanya. Aku mengangguk, "Astagaaaa yaiyalaaaah. Segitu mah masih seger banget, Fer! Masih sehat gitu atuuuuh. Tong loba parno ah!" jawabku. "Iya teteeeeeh. Aduh, aku teh meni sagala dipikiran ayeuna mah. Tapi udah mendingan kok, tinggal sedikit lagi." Ferdy mencoba meyakinkanku. Aku tersenyum. "Berat badanku tadinya 68, Teh. Trus naik jadi 85. Taaah udah gitu teh, aku mulai nakal pas orang tua meninggal. Mabok wae. Terus, ada kejadian ini, jadi we aku turun berat badan lagi. Untung kepotong puasa, jadi orang nyangkainnya aku diet. Puasa. Padahal mah pikiran... Aku bebas teuing amengna nya Teh? Hehehehe" ujarnya lagi. "Pikiran teh jahat pisan emang. Ameng mah keun we bebaskeun, asal bertanggung jawab." balasku. Video call itu tak berlangsung lama karena Ferdy hanya ingin memperlihatkan kondisinya padaku. Kami pun kembali ke aplikasi chat.

Aaah, meni ingin ketemu teteh, terus peluk teteh. Ceurik... Hahahaha. Nomer aku ini juga baru, Teh. Aku menghilang dari dunia per-party-an, sosialita, dunia malem. Da aku keukeuh pengen hijrah tea. Mudah-mudahan istiqomah. Aku tersenyum membaca pesannya. Meski mengutarakan keinginan untuk menangis, tapi sudah ada vibrasi ceria dari setiap kalimat yang dikirimnya. Aku bisa merasakannya. Aku bisa melihat karakter asli Ferdy memang bawel dan ceria. Aku sunggh berharap dia bisa kembali menjadi dirinya sendiri. Aku teh meni segala parno teteeeeeh. Denger ambulance, parno. Denger manuk cungcuing, parno bari hayang ngababuk tea. Terus, aku juga parno kalo temen tiba-tiba komentar di IG 'kok gw kangen ya sama lu' atau 'ih, gw kangen deh sama lu' atau 'kok gw sedih ya'... Sok parno teh maca nu kararitu! Temen ngomong apapun aku parno. Terus ada yang nulis 'udh lama nggak ketemu, duh meni kangen suara kamu yaaa', aku parno deui. Ya Allah parno beeeettt! Aku sedikit geli membaca kalimat-kalimatnya sekarang. Mungkin karena aku sudah mendengar langsung caranya berbicara seperti apa, tonasi suaranya dan logat Sundanya yang sangat kental, aku jadi bisa membayangkan seperti apa Ferdy ketika membombardir aku dengan kalimat-kalimatnya. Hei Ujang, kamu meni sagala parno ateuh! Ya wajar kalau banyak yang nyariin kamu atuh. pan kamu teh cenah baheula mah rame, bocor, gaul. Ayeuna ngaleungit. Nya atuh loba nu leungiteun, meureun? Wajar dong, itu teh tandanya banyak yang sayang. Banyak yang peduli sama kamu. Jangan menutup diri dari orang-orang yang sayang dan peduli sama kamu. Jadikan mereka sumber kekuatan kamu untuk terus sehat dan berkarya. Aku membalas pesannya dengan tak kalah panjangnya. Bagai mamak-mamak menasehati anaknya saja. 

Tak lama kemudian telepon dari Ferdy masuk, "Teh, telepon we nyak? Cape ngetikna, enakan ngobrol." begitu ujarnya. "Enya sok..." kataku. Maka laki-laki itu mulai menceritakan kisahnya. Dari apa yang disampaikan aku mengetahui bahwa orang tuanya meninggal pada tahun 2010. Tidak bersamaan, tapi dalam tahun yang sama. Ferdy menganggap dirinya mulai nakal karena tak kuat menahan kesedihan ditinggal kedua orang tuanya sekaligus di tahun yang sama. Almarhum adiknya pun begitu. Mereka berdua sama-sama sibuk dengan kegiatan sendiri, dan sama-sama bandel. Ferdy melakukan road show menyanyi bersama band nya, keliling Indonesia selama dua tahun lebih. "Aku nge-band, Teh. Nyanyi. Terus, beberapa taun yang lalu aku ikut kontes nyanyi di TV. Jadi finalis, mentorku dulu Glenn Fredly, Teh." Ferdy pun mulai membuka sedikit tentang siapa dirinya. Aha! Pantas saja aku seperti pernah melihatnya di suatu tempat. Aku memang tak suka nonton TV, tapi mungkin sekalinya aku nonton, aku melihatnya tampil di TV. "Tapi sejak tau status, aku jadi nggak mau nyanyi lagi, Teh. Aku sempet manggung, terus aku teh liat orang-orang pada jejingkrakan. Aku berasa kesel, 'kenapa sih mereka teh kayak gitu? Nggak pada sadar diri kalau ada orang yang lagi kesusahan'. Aku liat crowd aku jejingkrakan teh jadi aneh, Teh. Akhirnya aku minta break dulu, kebetulan terus puasa juga..." ujar Ferdy. Depresi atau anxiety memang kadang menyebabkan mood swing tak tertahan. Tapi ketika ditanya, yang bersangkutan kadang tak bisa menjelaskan. Boro-boro menjelaskan kepada orang lain, dia sendiri pun kadang tak paham kenapa dia bisa seperti itu.  "Teteh mah hebat. Strong pisan..." ujarnya pelan. "Kamu juga bisa dong! Apalagi kamu masih muda gitu. Kalem we. Tong loba teuing mikir lah. Jalani aja. Tong Googling wae, matakna..." jawabku sambil tertawa kecil. "Iya teteeeeh. Moal ah engke deui mah rek tatanya we ka teteh. Nggak apa-apa kan ya, Teh?" jawabnya sambil ikut tertawa kecil. "Iya nggak apa-apa. Kalau aku nggak punya jawabannya, nanti aku cariin, aku tanyain sama temen yang lain. Kalem heula we pokona mah." tandasku cepat. 

Sampai beberapa hari berikutnya kami masih sering bertukar kabar lewat WhatsApp. Seringnya jika Ferdy tiba-tiba ketakutan atau punya pertanyaan, dia akan segera mengontak aku. Kadang isi pertanyaannya lucu-lucu. Ya mungkin lucu bagiku yang sudah 12 tahun lebih mengidap HIV, tapi bagi Ferdy, bisa saja itu merupakan hal serius. Namun aku selalu berusaha mengajaknya untuk santai dalam menjalani hidup.

Teh, ai kita teh nggak boleh cape teuing ya?

Teteeeeeh, aku bangun tidur leher asa sakit, nggak bisa nengok. Moal nanaon ieu teh? Aku parno Teeeeh...

Teteh, aku parno mulai hilang tapi jadi rada males minum obat, Kumaha atuuuuh?

Teh, kita kalau udah ARV teh nggak boleh pisan minum alkohol nyak?

Teteh, kumaha mun aku meningitis siga adik akuuuu? Aku parno ih!

Teteeeeeh, cenah ai nu udah minum ARV teh sok aya gangguan liver sama ginjal? Bener teu eta? Aduh, aku parno deui wae!

Teteh, aku parno deui wae! Timbangan aku turun 2 kilo! Aduuuuuh! Moal nanaon kitu nya?

Teteh, naha aku makan kue kering coklat jadi aneh rarasaan nyak? Nggak boleh banyak-banyak, meureun ya?

Berbagai pertanyaannya memang sering membuatku geli. Maka yang terjadi berikutnya adalah aku akan menjawab pertanyaannya dengan penjelasan panjang lebar, diakhiri dengan kalimat pamungkas, "Jangan kebanyakan Googling, Fer...." Aku selalu mengatakan padanya, capek badan tak apa asal diimbangi dengan asupan gizi yang cukup. Yang penting hati selalu senang dan mengusahakan untuk mengurangi stress. Leher yang sakit ternyata disebabkan oleh asam uratnya yang terlalu tinggi, sementara timbangannya yang turun disebabkan karena Ferdy tidak pernah makan sahur. Hanya minum air rebusan daun binahong saja. "Ya gimana nggak turun berat badan kalau kamu sahurnya gitu doang? Hih! Emam sing kenging, Fer. Tong ditahan-tahan ai dahar mah. Bebaskeun! Nih ya, makanan pantangan buat ODHA mah cuma ada 4: daging dan telur mentah, daging dan telur setengah matang, makanan yang nggak enak dan makanan yang beracun! Itu sudah!" tandasku ketika menjelaskan, disambut gelak tawa Ferdy di seberang. Senang hatiku bisa mendengarnya tertawa selepas itu. "Iya atuh, Teh. Nanti mah mau makan yang bener lah." jawabnya, "Nuhun teteeeeh.... Siap lah! Duh, asa aya nyawaan deui ngobrol jeung teteh..." sambungnya. Aku tertawa kecil. "Hayu ah, bisi aku ngaganggu teteh keur gawe. Nuhun pisan nya, Teh..." Ferdy menutup percakapan. "Sama-sama, Fer. Inget.... Jangan kebanyakan Googling!" kataku mengingatkan. "Hahahaha.... Moal, Teh! Rek nanya ka teteh, bener ieu mah. Aku rek ngarecok Teteh we terus pokona mah!" ujarnya sambil tertawa. 

"Teh, nanti aku mau main ke Jakarta sama si Ungkluk, sobat aku. Dia juga sama, Teh. Aku kemarin cerita soal teteh. Dia ge hayang papanggih, cenah. Engke urang nongki-nongki nya, Teh habis Lebaran. Urang ngobras bareng... Aku cerita ke si Ungkluk, Teteh dulu sampe jadi pembicara di PBB segala. Pokoknya aku pengen ngenalin si Ungkluk ke Teteh! Aku juga udah ada tawaran nyanyi lagi di kafe di Kemang nanti habis Lebaran. Aku mau ambil ah! Rek nyanyi deui aku mah, Teh." lanjutnya. "Iya Fer, gitu dooong! Nyanyi lagi. Aku kemaren baru ngintip IG kamu, gustiiiii geuningan suara kamu teh alus pisan! Pantesan jadi finalis atuh! Lebar atuh ai teu nyanyi deui mah! Karunia ti gusti Allah eta, jangan disia-siakan, Fer! Kalau soal ketemuan mah gampang, kita atur waktu nanti ya? Yang penting mah kamu tong parno teuing. Tong sagala omongan batur didengekeun. Tong sagala dipikiran. Da kunci sukses ODHA mah ngan dua, pola hidup sehat dan pola hidup senang. Nggeus, eta hungkul!" jawabku. "Siap teteeeeh.... Semoga aku bisa kuat kayak Teteh."

Aku yakin Ferdy masih punya jalan panjang di hadapannya. Dengan suara emasnya, umur yang masih muda, badan masih sehat dan sudah mulai terapi ARV, Ferdy punya harapan hidup yang tinggi. Mudah-mudahan rasa takut yang sering mengganggunya akan segera berkurang dan kemudian menghilang. Siapa tahu karirnya di dunia tarik suara akan kembali cemerlang setelah ditinggalkannya sejenak.


No comments:

Post a Comment