Sunday, 29 April 2018

Gadis Berkerudung Biru

Gadis muda itu duduk di hadapanku. Perawakannya mungil sehingga terlihat begitu rentan. Bukan. Bukan ringkih. Fisiknya baik-baik saja, tapi jiwanya resah. Namanya Maharani, aku belum lama mengenalnya. Seorang kawan lamaku yang mengenalkan kami ketika piknik ke hutan Mangroove. Maharani adalah seorang guru les yang masih muda. Usianya baru duapuluhan. Dia membetulkan kerudung biru yang dikenakannya. “Bunda, aku mau curhat…” begitu ujarnya pelan. Suaranya memang lembut dan terkesan pemalu. Tapi jika sudah kenal, dia cukup ceriwis juga. “Ya udah… Kamu cerita aja, aku dengerin.” Kataku. Dari gerak gerik dan bahasa tubuhnya Maharani hanya perlu sounding board. Seseorang untuk mendengarkan dan menampung kegelisahan yang mungkin sudah sekian lama terpendam. Sepertinya tidak memerlukan masukan. Maka aku memutuskan hanya akan memberi saran dan masukan jika dia bertanya.

Thursday, 26 April 2018

It's all in your head...



Sebuah pesan dari seseorang yang tak dikenal masuk ke web messenger-ku. Seseorang dengan profil fiktif bernama Jerry. Fotonya tak memperlihatkan wajahnya. 
"Selamat pagi kak. Saya baru melihat cerita tentang kakak. Saya ingin sekali ngobrol dan bercerita dengan kakak tentang masalah yang membebani saya selama ini. Maaf saya menggunakan akun fiktif ini untuk menghubungi kakak. Ada alasan tertentu kenapa saya melakukan ini dan nanti saya akan jelaskan semua ke kakak. Kalau boleh, saya ingin bertemu langsung dengan kakak. Kapan kakak ada waktu? Anytime saya bisa sesuaikan waktu saya dengan kakak. Ini akan sangat membantu saya. Semoga kakak berkenan mempertimbangkan permintaan saya ini..."

Bentang Asa



Kala itu awal tahun 2007. Anton, Koordinator Lapanganku memanggilku sepulang aku dari rumah sakit. "Rat, nanti bakal ada yang dateng. Cowok sama ceweknya. Cowoknya temen lama gue sih... Pada baru tau status. Cowoknya biar sama gue, ceweknya lu yang handle ya?" dia memberikan briefing kepadaku. Aku mengangguk. "Lu ajak ngobrol lah ceweknya. Dia kena dari cowoknya, jadi agak stress gitu. Ya... lu liat aja nanti deh, pasti lu lebih tau gimana cara nanganinya." Anton menyambung brief-nya. Lagi-lagi aku mengangguk. 

Wednesday, 25 April 2018

Jangan Takut, Abang...

Aku mengenal sosoknya pertama kali sekira enam tahun yang lalu. Semua orang memanggilnya "abang". Bukan saja karena dia termasuk salah satu yang tertua di kelompoknya, tapi juga karena asalnya dari Sumatera. Orangnya ramah, ganteng, gagah dan pembawaannya tenang. Waktu itu aku belum lama tinggal di Jakarta, dan sahabatku sering mengenalkanku ke teman-temannya supaya lingkaran pertemananku juga bertambah. Lalu dia mengenalkanku ke sekelompok teman gay-nya. Satu kelompok rumpi yang selalu riuh rendah jika bertemu. Abang adalah salah satu dari mereka.

Monday, 23 April 2018

Never Say Goodbye!


Medio 2016 telepon genggamku berdering. Ardian. Aku tersenyum kecil, sebab sudah lama sekali kami tidak saling berkomunikasi. Hanya sesekali berbalas komentar di media sosial atau chat. "Haloooo!" sapaku ketika menjawab panggilan masuk darinya. "Sist, kumaha kabar maneh?" kata laki-laki di ujung sana dalam bahasa Sunda. Aku tertawa, "Baik... Maneh kamana wae siiih? Sibuk pisan nyak?" aku membalas. Ardian tertawa, "Iya euy. Gue susah banget mau ambil cuti. Maklum lah, kacung kampret. Banyak dikasih tugas sama boss. Disuruh ngerjain ini-itu, ke sana kemari." cerocosnya seperti biasa. "Gileeeee! Gaji lu dua kali GBK yak gedenya? Hahahaha" aku berseloroh, dia pun ikut tergelak.

Thursday, 19 April 2018

Fighting the Shadows

Ini sudah tahun keduabelas sejak aku didiagnosa positif mengidap HIV. Sudah banyak hal yang terjadi, sudah banyak kawan yang pergi, sudah pula banyak yang memulai hidup baru. Hidup memang terasa berjalan seperti apa adanya saja buatku. Ada suka, ada duka, ada marah, ada canda. Satu hal yang pasti adalah aku sudah sejak lima tahun terakhir mulai sedikit demi sedikit melepaskan kemelekatanku dengan isu HIV/AIDS dan mulai belajar isu yang lain. Bukan karena aku sudah merasa cukup, tapi karena masih banyak kawan-kawan lain yang harus diberi kesempatan untuk belajar. Kalau kata generasi milenial, sudah waktunya untuk move on.