Sore itu aku berjanji untuk
bertemu dengan salah seorang teman lamaku. Kami sama-sama tinggal di Jakarta,
tapi sama sekali belum pernah bertemu. Rupanya tidak sengaja dia
melihat foto dan interview-ku di sebuah majalah, lalu dia mencari tahu
nomor teleponku melalui redaksi majalah tersebut. Setelah sekian kali janjian dan batal,
kami akhirnya bisa menemukan hari dan waktu yang disepakati bersama. Sebuah
kedai kopi di daerah Mega Kuningan menjadi tempat pertemuan kami.
Kisah-kisah perjalanan hidup. Pembelajaran tentang rasa sakit, kehilangan, kepahitan, kesedihan, kemarahan, kesederhanaan, cinta, pengorbanan, keteguhan, ketulusan dan kebangkitan...
Friday, 3 October 2014
Wednesday, 1 October 2014
Sang Jagoan
Malam itu Jakarta cerah, tak hujan tapi angin cukup membawa rasa sejuk. Aku duduk di bangku sebuah taman di pusat kota bersama seorang kawan. Nama aslinya Rahadian, tapi dia lebih dikenal dengan panggilan "Bosang". Katanya, Bosang itu singkatan dari "bocah sangar". Wajahnya memang agak sangar, menurutku. Tapi hatinya baik dan dia adalah teman nongkrong yang sangat menyenangkan. Aku bisa menghabiskan waktu seharian dengannya hanya untuk kongkow dan mendengarkan cerita-ceritanya. Bosang selalu punya cerita yang membuatku tertawa terpingkal-pingkal. Selain itu, Bosang juga teman yang baik. Dia selalu menjagaku dari gangguan laki-laki iseng atau preman jalanan (maklum lah, kami lebih sering nongkrong di taman dan di pinggir jalan daripada di kafe atau mall). Perawakannya yang tinggi besar dengan badan dipenuhi tattoo membuat dia memang terkesan sangar. Apalagi jika tidak kenal. Bosang sering bercerita bagaimana tattoo-nya itu membuat orang menghindarinya ketika bertemu di jalan. "Orang tuh kalo liat tattoo di tangan gue ini, udah langsung males aja ngelewatin gue kalo lagi di jalan, Rat. Pada minggir semua. Lu doang yang berani begajulan nabrak-nabrak gue seenaknya, tau!" begitu katanya sambil tertawa terbahak-bahak.
HIV, Memangnya Kenapa?
Laki-laki itu duduk bersamaku
di teras luar sebuah kafe, menikmati kopi dan senja yang jatuh di kota yang sibuk ini. Dia sibuk dengan
gadgetnya. Aku juga. Wajahnya serius mengamati layar telepon genggamnya. “Sebentar
ya. Habis ini aku mau kasih lihat sesuatu sama kamu….” Begitu ujarnya tiba-tiba
tanpa mengalihkan pandangan dari layar telepon genggamnya. “Santai aja…”
jawabku. Lalu Agung, laki-laki itu meneruskan kesibukannya dengan gadgetnya. Aku
meneruskan menikmati senja yang berangin.
Subscribe to:
Posts (Atom)